Kamis, 07 Mei 2009

no name... part 2

Chapter 2

Bandung SuperMall adalah Mall terbesar di Bandung. Dan Mall ini juga,tempat favorit kedua gadis ini. Karin dan Indah memasuki mall tersebut dari pintu utama dan langsung menuju tempat tujuan mereka yaitu food court yang berada di lantai 3.

“Loe mau makan apa,Al ?” tanya Karin sambil melihat sekelilingnya.

“Gue sih terserah loe aja,Rin. Loe makan apa gue juga sama kayak loe. Tapi kalau loe makan racun,gue nggak mau loh!”

“Jayus banget sih loe!” Karin mendorong tubuh Alisa pelan. Dan Alisa pun mendorong tubuh Karin. Karena keasyikkan saling mendorong,nggak sengaja Karin hampir jatuh. Untung aja ada orang yang menahan tubuhnya.

“Loe nggak apa-apa kan?” tanya cowo yang menahan tubuh Karin.

Karin diam sesaat dan terus memandangi cowo itu. Ia merasa perasaannya bergejolak melihat cowo yang memapahnya. “Nggak apa-apa kok. Makasih yach,” ucapnya dengan gugup dan wajah yang bersemu merah.

Cowo itu tersenyum dan meninggalkan Karin dan Alisa. “Makasih yach,” teriak Karin.

Dan cowo itu melambaikan tangannya ke arah Karin.

Alisa merasa aneh dengan sahabatnya itu. Pasalnya ia nggak pernah ngeliat Karin sedekat itu dengan cowo apalagi cowo yang nggak dikenalnya. Ivan aja yang ngedeketin cewe ini langsung dijauhi. “Rin,loe suka ama cowo itu?”

“Nggak tahu,Al.Tapi gue ngerasa,gue kenal banget sama cowo itu. Tapi...mungkin perasaan gue aja kali.” Karin terus melihat ke arah cowo itu berjalan. “Nggak usah dibahas lagi deh. Jadi mau makan apa neh?”

“Kita makan di restoran jepang aja yuk,” ajak Karin seraya menujuk counter masakan khas jepang itu.

“Gue sih boleh-boleh aja,” jawab Alisa pendek. Karena Alisa udah mau,mereka berdua pun menuju counter itu yang tak jauh dari mereka dan memesannya.

“Rin,loe kan bilang kesini mau makan tapi kok makanan loe nggak diabisin sih? Masih mikirin cowo itu?”

“Iya nih,Al. Gue masih mikirin cowo tadi.” Karin terus memainkan sumpit yang dipegangnya ke dalam makanannya.

“Udah jangan mikirin orang itu terus,lebih baik loe makan makanan loe sekarang,Rin!”

Karin tak menghiraukan ucapan Alisa sama sekali. Kenapa yach? Perasaan gue mengatakan kalau Nico udah kembali kesini. Tapi...gue nggak pernah ngeliat dia sama sekali. Mungkin karena gue terlalu kangen sama dia aja kali,jadi seperti ini,pikir Karin dalam hati.

Setelah perasaannya tenang,Karin mulai melanjutkan memakan makanan yang ada didepan matanya itu. “Rin,besok loe ikut eskul tennis kan?” tanya Alisa mencairkan suasana yang sunyi.

“Mungkin.”

“Kok mungkin sih? Loe kan udah berapa kali nggak ikut eskul non. Kalau loe nggak ikut lagi,bisa-bisa gue yang diomelin sama kak Ariel.”

“Sebetulnya gue juga mau ikut eskul. Tapi..besok gue udah ada janji sama Ivan,” ucap Karin setelah meminum jus strawberry yang dipesannya.

“Janji kencan yach?” Alisa menggoda sahabatnya itu sambil tersenyum jail.

“Enak aja loe. Siapa juga yang mau kencan sama Ivan. Gue kan sama dia udah jadi sahabat tau!” beritahu Karin dengan polosnya.

“Iya. Buat loe emank jadi sahabat tapi belum tentu buat Ivan kan,Rin?”

Karin tersentak setelah mendengar ucapan Alisa. Apa mungkin yang dikatakan Alisa bener yach? Apa bener dia anggap gue bener-bener sahabat? “Gue yakin kok! Dia pasti anggap gue sama seperti gue nganggap dia,” jawab Karin dengan penuh keyakinan meskipun dalam hatinya,cewe ini belum yakin.

“Terserah loe aja deh. Emank loe berdua nanti mau kemana?”

“Mau ke perpus.”

“Idih,loe berdua doyan banget sih ke perpus tempat yang menyebalkan.”

“Itu kan buat loe,Al. Bukan buat kita,kan?” Karin tertawa geli melihat kelakuan Alisa yang terlihat alergi banget dengan yang namanya perpus itu.

“Dasar kutu buku sih emank beda aja,” ejek Alisa sambil menyeruput minumannya.

“Yee...biarin aja. Dasar sirik!”

“Enak aja. Siapa yang sirik lagi. Dari pada sirik ama loe lebih baik sirik ama hillary duff aja kali.”

“Al,cabut yuk! Udah jam 5 nih!” ajak Karin sambil melihat jam tangannya yang melingkar ditangan kanannya.

“Ya udah.” Alisa mengambil tasnya yang ada di meja lalu ia pun beranjak dari tempat duduknya dan diikuti oleh Karin. Mereka berdua meninggalkan tempat itu sambil mengobrol tentang cowo yang baru mereka temui.

************************************

Cuaca malam hari ini di Bandung sangat dingin dan di langit bertaburan bintang yang terus berkelap-kelip. Terlihat dari balkon sebuah rumah,seorang cewe berambut panjang dan membawa secangkir teh ditangan kanannya,duduk di balkon itu sambil menikmati pemandangan.

Ia meminum teh yang dibawanya untuk menghangatkan badannya. “Kenapa yach? Gue kok serasa kenal dekat sama cowo tadi,” pikir gadis ini semenjak tadi di mall.

Pandangan cewe ini yang tertuju ke atas langit. Tiba-tiba teralihkan melihat lampu rumah tetangga depannya menyala. “Apa gue nggak salah liat?” guman Karin sambil mengusap-ngusap kedua matanya. Pasalnya,sejak kepergian Nico dan keluarganya,rumah itu tak pernah dihuni orang lain. “Perasaan lampu rumah depan nggak pernah menyala sama sekali deh!”

Karin yang penasaran segera menghampiri rumah itu. Ia menaruh cangkir yang dibawanya tadi di meja belajarnya. Lalu ia bergegas keluar kamar dan menuruni anak tangga. Langkah kakinya terlihat sekali terburu-buru dengan memakai jaket dan membawa senter ia keluar rumahnya dan menghampiri rumah didepannya. Karin menyalakan senter yang dibawanya ke arah rumah bercat putih itu. Namun ia nggak melihat sama sekali sesuatu yang aneh. Lampu yang tadinya menyala pun terlihat tidak menyala saat Karin dekatin. “Mungkin gue berhalusinasi aja deh,” pikir gadis ini sambil memegangi rambutnya yang digebrai. “Kalau dia pulang juga pasti ngabarin mama kok!” guman Karin menenangkan dirinya.

“Rin,ngapain kamu malam-malam disini?” tanya seorang wanita muda yang sedang berjalan ke arahnya. Wanita itu adalah Renata, yang kerap di panggil oleh Karin dengan sebutan mba Rena. Mba Rena sekarang bekerja di sebuah perusahaan ternama di Bandung setelah pulang dari Kanada untuk kuliah. Rena dan Karin itu sangat dekat udah seperti kakak beradik. Makanya waktu Rena pergi ke Kanada untuk kuliah,Karin terlihat nggak rela. Karena menurutnya,yang bisa mengerti perasaannya hanya wanita ini saja.

“Nggak,mba. Tadi Karin ngerasa di rumah Nico tuh ada orang.” Beritahu Karin tak lepas melihat rumah yang disenterinnya tadi. Dan sekarang pandangannya beralih kepada Rena yang tepat berdiri disebelahnya. “Mba sendiri,ngapain disini?”

“Oh... mba abis beli bahan untuk masak.” Rena mengangkat kantong yang dibawanya kepada Karin. “Kamu ikut makan di rumah mba yuk!” ajak wanita ini dengan senyuman manisnya.

Kalau gue terima ajakan mba Rena juga nggak enak. Gue kan sering numpang makan dirumahnya. Masa kali ini gue juga numpang lagi sih,tengsin banget tau! “Nggak ah,mba,” tolak Karin malu-malu.

Dasar anak ini! Dari dulu nggak pernah berubah,pura-pura terus kayak gini,cetus wanita ini dalam hati sambil menggeleng-gelengkan kepala. “Udah ikut mba sekarang!” Rena menarik tangan Karin masuk ke dalam rumahnya yang berada tepat disebelah kanan rumah Niko.

“Mba,Karin pulang aja deh!” kata Karin nggak enak sambil melihat terus ke arah Rena yang sedang mengambil kunci rumahnya di dalam kantong celana.

“Ya ampun,Rin. Kamu kayak baru sekali aja makan dirumah mba sih. Nggak usah,nggak enakkan kayak gitu donk! Lagi pula orangtua mba lagi pergi ke resepsi pernikahan kok!” ujar Rena yang bisa membaca pikiran Karin.

Karin yang mendengar perkataan Rena menjadi malu. Karena cewe yang udah ia anggap sebagai kakak bisa membaca pikirannya itu. “ Kok mba ngomongnya kayak gitu sih?” tanyanya malu sambil menggulung-gulung rambutnya. Memang kebiasaan Karin dari kecil,kalau malu pasti ia akan menggulung-gulung rambutnya.

Rena yang melihat Karin menggulung-gulung rambut dapat mengetahui kalau adik angkatnya ini malu. “Nggak usah malu-malu sama mba,Rin. Mba tuh kenal kamu dari kecil jadi tahu tabiat kamu. Tahu orang tua mba nggak ada dirumah. Kamu mau kan makan disini nemenin mba?” tanyanya memancing.

“Hmm..gimana yach mba. Karin juga nggak enak ngeliat mba sendiri dirumah. Jadi..Karin temenin deh!” kata cewe ini yang pintar banget mencari alasan.

Rena mengacak-acak rambut Karin dan mengajaknya masuk ke dalam rumahnya.

Menurut Karin,Rena adalah cewe yang perfect. Udah pintar,berwibawa,mandiri,elegan,cantik,pandai masak. Bener-bener tipikan istri idalam deh! Dan masakan Rena tuh enak banget menurut Karin. Lebih enak dari pada masakan nyokapnya sendiri. Karin terus menatap tangan Rena yang sedang memotong wortel bagaikan menari. “Mba pinter banget sih motong wortelnya. Bentuk bagus nggak kayak mama!”puji Karin yang terus melihat gerakan tangan Rena.

“Kamu bisa aja,Rin. Menurut mba,motong kayak gini biasa aja deh!”

“Enak yach kalau bisa kayak mba Rena. Pintar,berwibawa,mandiri,elegan,cantik,pandai masak,andai Karin bisa kayak mba.”

“ Malahan mba yang iri sama kamu,Rin.”

“Iri sama Karin. Apa nggak salah?” tanya Karin tak percaya.

Tak terasa masakan yang dari tadi dimasak oleh Rena akhirnya sudah jadi. Cewe ini memindahkan sop yang dibuatnya ke atas mangkuk besar. Lalu ia menatap Karin dengan penuh arti. “Rin,kamu tuh punya sifat yang polos,ceria,nggak pantang menyerah,dan kamu tuh cewe yang berani. Walaupun orang melarang kamu ngelakuin sesuatu tapi kalau itu menurut kamu benar,pasti kamu ngelakinnya. Jadi,kamu nggak usah iri dengan orang lain. Karena kamu tuh sebenarnya mempunyai karakter yang dipunyai orang lain,” beritahu Rena dengan lembut sambil membelai rambut Karin.

Mata Karin terlihat berkaca-kaca mendengar ucapan Rena. Ia mulai sadar bahwa dirinya sendiri memiliki keistimewaan yang nggak dimiliki oleh orang lain. Air matanya mengalir mendengar ucapan kakak angkatnya itu.

“Udah Karin jangan nangis lagi. Lebih baik kita makan sekarang,nanti keburu dingin dan nggak enak,” ajak Rena sambil menyodorkan mangkuk yang berisi sop yang dibuatnya pada Karin.

Karin mengangguk dan menerima sop tersebut. “Mba,makasih yach. Makasih mba udah nyadarin Karin...,”ucap gadis ini lembut.

“Sama-sama,Rin.”

Kedua cewe ini pun memakan masakan yang tadi sudah dimasaknya sambil mengobrol senang. Dan Karin pun melupakan keanehan di rumah Nico yang dari tadi ia pikirkan.

*************************************

“Van,loe cari buku apa sih?” tanya Karin kesal. Ia terus membolak-balik buku yang dipegangnya itu.

Ivan terlihat sibuk mencari buku yang dicarinya di perpustakaan yang mempunyai 1700 judul buku itu. “Gue lagi cari buku adat jepang,Rin,” jawabnya.

“ Van,gue pesen minuman dulu yach!” Karin meninggalkan Ivan yang masih mencari buku adat jepangnya itu. “Mendingan gue ikut eskul tennis dari pada nemenin Ivan kayak gini,” gerutu Karin sambil melangkahkan kakinya ke samping perpus tempat terletaknya kafe.

“Permisi mba, mau pesan apa yach?” tanya pegawai kafe itu.

Karin membaca daftar menu yang diberikan pegawai kafe yang menghampirinya. “Saya pesan milk shake aja satu.”

“Browniesnya nggak mba?” tanya pegawai itu. Oh iya! Brownies di perpustakaan ini sangat enak loh! Makanya kalau ada yang mesen makanan atau minuman disitu pasti tawarin brownisenya juga,tapi nggak gratis loh!!

“Nggak usah,ma. Makasih.” Tolak gadis ini dengan halus. Pegawai itu pun pergi dan menyiapkan pesanan Karin. Cewe ini terlihat sekali menikmati suasana di kafe itu yang disuguhi dengan alunan musik jepang yang enak sekali didengar.

Nggak beberapa lama salah stau pegawai kafe menghampiri Karin dan memberikan pesanannya. Membuat cewe yang dari tadi menikmati musik ini terganggu namun ia tak memperlihatkan kekesalannya itu pada pegawai kafe tersebut. Ia meminum milkshake yang dipesannya tadi.

Saat Karin melihat ke arah kaca, ia tak sengaja melihat cowo yang menolongnya kemarin dengan seorang cewe. Terlihat sekali kekecewaan diwajah gadis ini. “Ternyata dia udah punya cewe...,” ucapnya kecewa. Lalu ia meminum kembali milk shake yang dipesannya sambil mengeluarkan diary miliknya dan pena.

Hai seseorang yang ada disana

Apa kabarmu yang selalu ingin kudengar

Semoga kamu baik-baik aja disana sama sepertiku disini

Entah kenapa belakangan ini aku merasa melihatmu

Apakah karena aku sangat merindukanmu?

Mungkin itu benar

Tapi yang jelas aku akan menunggumu untuk menepati janji kita

© Karin

Setelah Karin menulis ungkapan hatinya di dalam diarynya. Entah mengapa wajah cowo itu terlintas dalam benaknya terus. Ia merasa yakin kalau dirinya mengenal cowo itu.

“Sorry lama,” seru orang dibelakang Karin sambil membawa setumpukan buku di tanggannya.

“Nggak apa-apa kok. Udah ketemu bukunya?”

“Udah. Duh,gue nggak enak sama loe nih,Rin.” Ivan duduk didepan Karin dan terlihat sekali wajahnya yang terlihat bersalah itu.

Karin memegang bahu Ivan sambil tertawa. “Santai aja lagi,Van. Ngapain sih pake acara nggak enak segala. Bukannya udah biasa loe kayak gini?”

“Sialan loe. Udah gue nggak enakkan sama loe,loe malahan ngejek gue. Dasar anak nyebelin!” cowo itu mengacak-acak rambut Karin yang tertata rapi. Mereka berdua tertawa dan bercanda sangat keras,sampai-sampai semua orang yang lagi makan en baca terlihat terganggu sekali. “Rin,cabut yuk!” ajak Ivan berbisik setelah melihat ke sekitarnya.

“Yuk!” jawab Karin berbisik. Karena sadar udah mengganggu ketenangan orang disekitarnya itu.

Mereka berdua melangkah keluar dari perpustakaan favoritnya itu dan memasuki mobil Ivan yang diparkirkan didepan perpus tersebut. “Loe mau balik atau mau jalan dulu?” tanya Ivan sambil menyalakan mobilnya.

“Hmmm....gue ikut loe aja deh! Lagian hari ini gue lagi males di rumah,” jawab gadis yang duduk disebelah Ivan ini dengan polos.

“Ya udah. Kita ke sekolah aja yuk!” ajak cowo ini. Karin yang mendengarnya sedikit aneh. Karena ia nggak bisa sama sekali membaca pikiran cowo ini.

“Ngapain juga ke sekolah? Bisa-bisa nanti gue ketemu ama kak Ariel lagi,” guman Karin komat-kamit sendirian. “Ngapain ke sekolah sih,Van?”

“Gue mau ambil data-data buat nanti eskul.”

“Eskul? Emank itu bagian loe juga yach?”

“Ya iyalah non. Gue kan ketua osis,gue harus ngambil proposal buat nanti pertandingan yang diadakan club tennis.”

“Club tennis?” Karin mengulang lagi ucapan Ivan. Kok gue nggak tahu sama sekali sih! Kalau klub tennis ngebuat pertandingan kayak gitu. Apa kak Ariel nyariin gue,gara-gara ini? “Kok gue nggak tahu sih ada pertandingan tennis,Van?” tanya cewe ini lagi.

“Mana loe tau,non. Ikut eskul aja loe udah jarang kan?”

Mendengar sindiran Ivan,muka Karin berubah merah seperti tomat. Karena ia belum pernah disindir sama cowo yang masih menyukainya itu. “Ngapain loe sindir gue kayak gitu,” kata gadis ini sedikit sewot.

“Gitu aja ngambek sih.” Ivan mencubit pipi Karin yang cabi dengan tangan kirinya dan tangan kanannya tetap memegang setir. Kalau nggak bisa bahaya kan?

Kira-kira 15 menit,Karin dan Ivan sudah sampai di sekolah mereka tercinta. Karin yang tadinya nggak kepengen turun dari mobil terpaksa turun untuk menemui Kak Ariel dilapangan tennis. Sedangkan Ivan pergi ke ruang osis untuk mengambil proposal yang tadi ia biacarakan dengan Karin.

Karin terlihat takut dan cemas setelah melihat Kak Ariel sedang memarahi anak-anak di club tennis. Melihat itu semua,tadinya ngebuat cewe berambut panjang ini mengurungkan niat untuk menemui ketua tennis itu. “ Kalo lagi marah kayak gitu,mana berani gue ngedeketinnya,” ujarnya pelan dan takut.

Saat Karin ingin kabur dari tempat itu,keburu kak Ariel melihatnya. “Karin!” panggil orang itu dengan suara lantang dan keras,terlihat sekali ia sedang marah dari cara bicaranya.

Karin yang sudah membalikan badannya dan bersiap-siap untuk kabur,terpaksa memasuki lapangan untuk menemui ketuanya yang terkenal galak dan tertib banget itu!

Uups!! Bisa abis deh gue sama kak Ariel! Apa lagi mukanya udah ngebetein lagi,apes bener sih gue! Ucap Karin berulang kali dalam hatinya. Dengan gemetaran dan tangan yang berkeringat dingin,Karin menghampiri kak Ariel ditengah lapangan. Alisa yang melihat Karin menghampiri kak Ariel terlihat cemas. “Maaf,kak. Saya nggak ikut latihan hari ini,” ucapnya gugup.

“Apa gue tanya loe kenapa nggak ikut latihan?” tanyanya dengan sinis sambil memandangi Karin dari ujung rambut sampai ujung kaki.

Karin menundukan kepalanya dan nggak berani bicara sepatah katapun. Karin tahu kalau ia berbicara sepatah katapun pasti mengkeruh suasana saat itu. Gue pasti nggak akan selamat deh! Pikirnya yakin dalam hati.

“Gue paling nggak suka dengar alasan apapun dari loe,Karin. Baru masuk klub tennis belum lama aja udah belagu! Orang kayak loe pasti nggak akan maju!” ucapnya pedas dan benar-benar menusuk.

Kuping Karin menjadi panas mendengar omelan kak Ariel terus menerus. Ia terlihat nggak bisa menahan emosinya. “Gue kan udah minta maaf!” teriaknya keras. Semua anggota klub tenis dan kak Ariel terlihat terkejut melihat keberanian Karin.

Kak Ariel terlihat marah sekali dengan Karin. “Oke. Gue akan denger semua alasan loe dan berani mundur dari jabatan gue kalau loe bisa menang ngelawan gue. Tapi kalau gue yang menang loe harus mundur dari klub tennis. Gimana? Loe berani?” tantang kak Ariel sungguh-sungguh.

Semua anggota klub tenis yang mendengar tantangan kak Ariel terkejut dan nggak percaya. Malahan mereka berani taruhan kalau Karin nggak bakalan menang melawan kak Ariel. Meskipun Alisa yakin ketua klubnya itu pasti menang tapi ia tetap mendukung sahabatnya.

Karin terlihat linglung dan nggak respek dengan ucapan kak Ariel. “Maksud kakak?” ucapnya pelan dan ragu-ragu.

“Kalau loe menang gue akan dengerin alasan loe dan mundur dari jabatan gue kalau loe bisa menang ngelawan gue. Tapi kalau gue yang menang loe harus mundur dari klub tenis. Gimana? Loe berani?” ujar kak Ariel sekali lagi dengan kesal.

“Tapi...tadi saya hanya...”

“Gue nggak mau denger alasan loe sama sekali. Ayo kita mulai,” potong kak Ariel. Ia berjalan ke arah tempat duduk disamping lapangan untuk mengambil raketnya. Sedangkan Karin trelihat pucat dan terpaku ditempatnya. Ia terlihat nggak yakin dengan apa yang terjadi sampai Alisa menghampirinya. “Rin,loe bener-bener berani yach,” bisiknya.

“Maksud loe apa sih,Al? Gue bener-bener nggak ngerti?” tanya Karin dengan polos.

“Aduh,Rin. Udah nggak ada waktu untuk tanya-tanya lagi. Lebih baik loe pakai sepatu sama raket gue...,” ujar Alisa cemas sambil melepas sepatu tenisnya dan memberikan raket tenis yang dipegangnya.

Karin yang terlihat bingung hanya dpaat menerima raket pemberian Alisa dan memakai sepatu milik sahabatnya itu. “Apa gue harus ngelawan kak Ariel,Al?” tanyanya nggak yakin.

“Iya,Rin. Loe harus ngelawan kak Ariel,” jawab Alisa tegas.

Kak Ariel yang melihat Karin dan Alisa yang terlihat sedang mengobrol menjadi kesal. “Woi,Karin!” panggilnya dengan lantang. “Apa loe itu pecundang atau hanya berani ngomong doank?” tanyanya kembali dengan sinis.

Karin yang tadinya gugup terlihat kesal berubah menjadi bersemangat setelah mendengar ejekan kakak kelasnya. Gugup dan cemas tak terlihat lagi diwajah Karin. “Ayo kita mulai. Gue udah siap,”ucapnya dengan lantang dan membara.

Pertandingan pun dimulai. Semua orang melihat pertandingan tersebut dengan seksama dan cemas. Banyak yang nggak menyangka kalau kemampuan Karin sama seperti kak Ariel. Karena melihat kemampuan keduanya seimbang banyak yang menebak-nebak pemenang pertandingan tersebut.

“Alisa!” panggil Ivan dari luar lapangan.

Mendengar namanya dipanggil-panggil,Alisa pun mencari sumber suara tersebut. Setelah ia mengetahui Ivan yang memanggilnya lalu ia pun menghampirinya. “Loe yang manggil gue,Van?” tanyanya.

“Sebenarnya ada apa sih,Al? Kok Karin bisa main sama Ariel sih?” tanya Ivan heran dan penasaran.

“Tadi Karin kesini terus kak Ariel manggil dia. Tapi pas waktu Karin mau ngejelasin kepana dia nggak bisa ikut latihan,kak Ariel ngejwabnya dengan sinis. Terus..”

“Terus Karin nggak terima sama ucapan Ariel terus dia nggak bisa nahan emosi dan jadi kayak gini. Benerkan?” potong Ivan.

Alisa terkejut dengan tebakan Ivan. Lalu ia memandangi Ivan dengan tersenyum tipis. “Ternyata loe kenal sifat Karin juga yach,Van?”

“Gue udah ngamati dia udah lama,Al. Jadi,gue nggak heran kalau dia pasti bertindak seperti itu. Tapi..menurut loe siapa yang akan menang antara Ariel sama Karin?”

“Gue selalu percaya sama Karin,Van. Gue yakin Karin bisa menang. Kalau loe sih?”

“Gue sama kayak loe. Gue percaya Karin bisa menang. Karena dia yang gue kenal selalu berani menghadapi tantangan meskipun pertamanya dia pasti bilang takut atau nggak berani.”

“Apa segitu dalam cinta loe ke Karin,Van?” tanya Alisa tiba-tiba.

Ivan terlihat terkejut dengan pertanyaan Alisa. Tapi ia tetap menjawab pertanyaan itu dengan cepat dan yakin. “Iya. Gue mencintai Karin segitu dalam. Meskipun dia nggak mempunyai perasaan yang sama ke gue. Tapi jadi sahabatnya pun,gue ngerasa senang kok,” jawabnya dengan lapang dada.

“Menurut gue, orang yang jadi pacar loe pasti senang,Van. Karena loe selalu mencintai seseorang dengan sungguh-sungguh.”

“Tapi..sayangnya Karin nggak berpikiran seperti loe,Al.” Mereka berdua asyik mengobrol mengenai Karin dan sama sekali nggak memperhatikan lagi kalau pertandingan sahabatnya,Karin udah berakhir sampai Karin sendiri yang menghampiri mereka. “Al,Van,” teriaknya dari jauh.

“Gimana pertandingannya?” tanya Alisa dari jauh.

“Loe berdua jahat yach! Masa loe berdua asyik ngobrol dan nggak ngedukung gue sih,” kata Karin kesal.

“Maaf deh! Tadinya juga kita berdua ngeliatin loe tanding kok. Tapi gara-gara keasyikan ngobrol jadinya lupa deh! Gimana? Menang kan?” tanya Ivan nggak sabar mendengar jawaban dari Karin.

“Gue...,gue...,” jawab Karin terlihat sedih. “hmm..gue..gue menang!” lanjutnya. Ivan dan Alisa yang tadinya cemas terlihat tertawa senang.

“Loe tuh bikin orang cemas aja sih,Rin. Dasar nyebelin!” Alisa memukul lengan Karin dengan keras.

“Nyebelin sih nyebelin,Al. Tapi jangan mukul kayak gitu donk! Sakit tahu!” Karin yang nggak mau mengalah pun memukul balik Alisa. Kedua orang itu selalu ribut sampai-sampai nggak sadar kalau kak Ariel udah ada dihadapan mereka.

“Kak Ariel,” panggil Alisa pelan.

Kak Ariel terlihat nggak memperdulikan Alisa. Matanya terus tertuju kepada Karin yang ada disebelah Alisa. “Sesuai perjanjian,gue akan mundur dari jabatan gue,Rin,” ucapnya tegas. Lalu ia memalingkan tubuhnya hendak meninggalkan Karin dan Alisa. Tapi sebelum itu terjadi,Karin memegang pundak kak Ariel dan memanggilnya. “Kak,” panggilnya. “Saya nggak mau kakak mundur dari jabatan kakak. Karena hanya kak Ariel yang pantas jadi ketua kita. Please,” pinta Karin dengan sangat.

“Janji adalah janji. Semua orang disini pun dengar janji gue jadi gue harus menepatinya. Sorry,gue nggak bisa....”

“Tapi yang bikin peraturan kan kakak bukan saya. Jadi,gantian saya yang bikin peraturannya,” potong Karin. “Teman-teman,” teriak Karin dengan keras. Sehingga semua orang yang ada dilapangan tersebut menoleh ke arah Karin. “Karena gue yang menang jadi gue yang bikin peraturan. Gue minta kak Ariel terus jadi ketua kita. Loe semua setuju kan?” tanya Karin dengan suara lantang pula. Tanpa menunggu lama semua anak di lapangan tersebut mengangkat tangannya tanda setuju. “Kakak udah liat kan? Semua anak masih mau kakak jadi ketua kita. Jadi,keputusannya kakak tetap jadi ketua kita disini. Sebetulnya kakak nggak salah kok! Yang salah tuh Karin,kak. Maaf yach,kak. Karin sering bolos latihan,maaf yach,kak!” seru Karin berulang kali.

Kak Ariel tersenyum tipis melihat Karin yang terlihat sungguh-sungguh. “Makasih,Rin. kamu masih percaya gue menjadi ketua disini. Asalkan loe nggak sering bolos latihan pasti loe bisa berprestasi,” jawab kak Ariel menepuk pundak Karin lalu pergi meninggalkannya bersama Alisa.

“Rin,loe hebat banget!” Alisa memeluk Karin tiba-tiba. “Gue nggak nyangka kalau sahabat gue yang cerewet dan nggak tahu diri kayak loe ternyata hebat juga!!”

“Al,loe tuh lagi ngejek gue atau muji gue sih?” tanya Karin seraya melirik kearah Alisa yang memeluknya. “Please,lepasin pelukan loe,Al. Gue nggak bisa nafas tahu!”

“Iya,iya,gue lepasin deh,” jawab Alisa sambil melepaskan pelukannya.

“Hei,kalian berdua,”panggil Ivan yang dari tadi melihat mereka berdua. “Jangan cuekin gue kayak gitu donk!”serunya kesal.

“Upps..gue lupa,Van! Gue lupa ada loe disitu,”kata Karin bercanda,

“Dasar nggak tahu diri banget loe,Rin!”

“Iya,nih anak benar-benar nggak tahu diri!” timbrung Alisa sambil mendorong tubuh Karin.

“Yee...suka-suka gue donk!” serunya sambil mendorong tubuh Alisa lagi.

“Rin,Al,mau pulang bareng nggak?” ajak Ivan.

“Nggak deh. Gue pulang sendiri aja,”tolak Alisa dengan halus.

“Gue pulang bareng Alisa aja deh,Van. Kasihan kalau dia pulang sendirian. Loe nggak apa-apa kan?”

“Nggak. Gue cuma kecewa,” ujarnya bercanda.

“Udah loe pulang sama Ivan aja,Rin. Biar gue pulang sendiri aja,” kata Alisa nggak enak.

“Gue bercanda kok,Al. Nggak usah serius gitu donk!” jawab Ivan sambil tertawa melihat mimik wajah Alisa yang lucu. “Kalau gitu gue cabut dulu yach! Bye!”

Karin dan Alisa melambaikan tangannya sambil melihat Ivan meninggalkannya. “Rin,kenapa loe nggak balik bareng sama Ivan sih?” tanya Alisa heran.

“Udah nanti aja sambil jalan. Sekarang loe beresin aja semua barang loe,Al!”

“Oke. Tapi nanti loe harus kasih tahu gue,awas kalau nggak!”

“Pasti gue kasih tahu loe,Al. Cepetan gue udah capek nih!” suruh Karin dengan kesal. Sekitar 10 menit,Alisa membereskan barang-barangnya plus mengganti pakaiannnya. Setelah siap semuanya baru ia dan Karin meninggalkan lapangan tersbeut bareng dnegan teman-teman yang lain.

“Rin,sekarang loe boleh bicara sama gue. Emank ada apa sih?” tanya Alisa penasaran dan heran. Abisnya nggak biasanya Karin mau capek-capek jalan kaki kayak gitu apalagi abis olahraga kayak gitu.

“Loe ingatkan sama cowo yang waktu kita temui di mall kan?”

“Ingat. Emank kenapa,Rin? loe suka sama dia yach? Terus loe nggak bisa lupain dia sampai sekarang,tebakan gue benar kan?” terka Alisa sambil menunjuk Karin.

“Bukan kayak gitu,Al. Tapi pas tadi gue pergi sama Ivan,gue ketemu lagi sama dia. Loe tahu nggak apa yang gue pikirin?”

“Loe masih nyangka kalau dia orang yang loe kenal kan,Rin. Benerkan ucapan gue?”

Karin mengangguk. “Bener,Al. Gue ngerasa yakin banget kalau dia Nico. Setiap kali gue ketemu dia pasti jantung gue berdetak kencang. Tapi...gue tahu keyakinan gue ini belum tentu benar. Karena yang gue ingat hanya wajah Nico saat kecil dan gue nggak pernah tahu wajah dia sekarang. ...,”jawabnya Karin sedih dan matanya terlihat berkaca-kaca.

“Mana Karin yang gue kenal sih? Mana Karin yang selalu percaya diri dan lincah? Kemana?”

“Alisa,”ujar Karin pendek.“Gue disini! Gue disebelah loe,Alisa. Gue adalah Karin yang percaya diri dan lincah. Gue bukan Karin yang lemah dan penakut,gue disini!” teriak Karin keras.

Melihat Karin yang dikenalnya telah kembali. Alisa hanya dapat tersenyum bahagia dan merangkul sahabatnya itu. “Ini baru sahabat gue,Karin,” ucap Alisa dengan bangga.

“Thanks yach,Al. Karena loe,gue bisa tersenyum seperti ini.” Mereka berdua berjalan sambil menikmati udara kota Bandung yang segar dan pemandangan yang indah.

Rabu, 06 Mei 2009

no name...

Chapter 1

Ingin sekali aku melihatmu lagi.

Aku selalu bertanya pada bintang tentang keadaanmu.

Walaupun kita tidak pernah bertemu tapi aku yakin hati kita tetap bersama.

Aku akan selalu menunggumu disini.....

©Karin

Itulah kata-kata yang Karin tulis di kertas. Wajahnya tampak murung dan bermalas-malasan. Tangan kirinya menggenggam kalung cantik berbandul huruf “N” yang selalu dipakainya sementara tangan kanannya terus memainkan pulpen yang dipakainya untuk menulis.

“Woi!” sapa seorang cewe sambil mendorong tubuh Karin hingga hampir jatuh.

“Loe yang kira-kira donk,Al! Kalau gue jatuh gimana? Nggak tau diri loe.” Omel Karin karena kesal dengan sikap Alisa yang terkadang seenaknya,apalagi saat ia sedang benar-benar serius. Alisa adalah sahabat Karin sejak SMP. Mereka berkenalan karena kejadian yang nggak disengaja. Dulu saat MOS, tas mereka berdua tertukar karena mirip. Dari situ mereka berkenalan dan ternyata mereka punya hobi yang sama,yaitu tenis! Yah lumayan deh.. biar ga jago-jago amat, asal bisa benturin itu raket sama bolanya udah lumayankan? Kita kan masih tahap latihan.

“Rin,ngapain sih loe nulis-nulis puisi kayak gini tiap hari? Ga bosen loe? Udah berapa buku tuh yang penuh sama puisi loe?” seru Alisa seraya membuka buku khusus puisi milik Karin.

“Baru 10 buku aja koq,” jawab Karin.

“Gila loe! 10 dibilang baru? Gue mau buat 1 puisi buat tugas bahasa aja semaleman cuma ketulis sebait, ujung-ujungnya juga gue nyontek. Loe pengen jadi penulis puisi apa?” tanya Alisa nggak menyangka.

“Nggak lah. Puisi ini buat seseorang yang gue tunggu.” Karin memegangi bandul kalungnya lagi dan tersenyum tipis.

“Al,tahu nggak ini hari apa?”

Alisa membuka hpnya dan melihat fitur kalender yang ada dalam hpnya. “Hari Rabu,15 April. Emank kenapa,Rin? Ada yang ultah?”

“Hari ini dia ulang tahun. Dulu waktu kecil, gue sama dia selalu ngerayain bareng-bareng,” kenang Karin dengan mimik senang. Matanya menerawang jauh. Tapi sesaat kemudian,mimiknya berubah sedih.

Alisa yang melihat sahabatnya bersikap aneh menjadi bingung. Sebentar-sebentar Karin menulis puisi yang panjaaaaaang banget yang panjangnya aja udah bisa nyaingin tembok berlin. Cuma untungnya tu tembok udah dirubuhin. Kalo cuma gitu mending deh. Sekarang malah lebih parah lagi. Abis ketawa sendiri ga jelas sekarang malah murung ga jelas juga. Ampun dah. Semalem ne anak ketiban apaan seh?! Abisnya dalam waktu beberapa menit saja mimiknya bisa berubah sedemikian cepat.

“ Loe kenapa sih,Rin?” tanya Alisa heran.

Namun pertanyaan Alisa nggak digubris sama sekali oleh Karin. Alisa mankin senep sama sahabatnya itu. Kontan aja alisnya yang dari tadi emang udah berkerut tambah berkerut lagi, tuh alis jadi bener-bener keriting sekarang. “Tapi....disaat ulang tahunnya juga,dia ninggalin gue tanpa bicara apa-apa.”

Mendengar ucapan Karin yang terakhir,Alisa baru mengerti akan perubahan mimik Karin yang selalu tiba-tiba..sama cepetnya sama rubahnya kurs mata uang di bursa efek Ia mengerti sahabatnya itu sedang mengenang seseorang yang bener-bener berarti.

Karin meletakkan kepalanya diatas meja sambil masih memegang bandul kalungnya. Lalu ia memejamkan matanya,Alisa yang melihatnya memilih untuk meninggalkan Karin sendirian agar bisa tenang.

**********************************

8 tahun yang lalu......

“Karin,” teriak Nico dari jauh.

“ Cepetan sini! Ayo buruan ntar bisa-bisa kita kemaleman!” teriak Karin tak kalah nyaring.

“Sory-sory gue telat,” ujar Nico. Lalu ia segera menggandeng tangan Karin dan memasuki hutan kecil dihadapannya.

Mereka terus berjalan lurus kedalam hutan yang banyak ditumbuh pohon-pohon besar. Setelah melewati hutan kecil itu terlihat danau yang indah dan kelilingi oleh bunga-bunga liar.

“Nic,duduk dulu disini. Gue capek banget nih,” keluh Karin terengah-engah.

“Ya udah. Kita duduk aja disini dulu sambil nunggu petang....”

Mereka berdua pun duduk didekat danau itu sambil mengobrol. Karena terlalu asyik mengobrol tanpa terasa petang pun tiba dan tanpa sabar mereka menunggu sesuatu yang muncul didekat danau itu.

“Nic,apa bener mereka bakalan keluar?” tanya Karin nggak yakin.

“Yakin kok. Kalau nggak hujan kayak sekarang kunang-kunang pasti keluar,Rin.” Nico mempererat genggaman tangan Karin yang saat itu terlihat cemas. Nico dan Karin berteman sejak mereka TK, rumah mereka bertetanggaan. Mereka berdua selalu main bersama entah disekolah maupun di rumah. Danau itu adalah tempat rahasia yang selalu mereka kunjungi sejak mereka duduk di bangku SD. Bila mereka ingin ke tempat itu mereka harus sembunyi-sembunyi karena mereka nggak ingin orang lain tahu tempat rahasia mereka.

Akhirnya Karin melihat sesuatu bersinar. Inilah yang mereka tunggu-tunggu! Kunang-kunang itu akhirnya muncul! Tempat yang sunyi dan gelap itu seketika juga berubah terang dan sangat indah! Air danau yang terlihat gelap karena malam memantulkan cahaya kunang-kunang yang berterbangan di atasnya. Nico dan Karin yang menunggu moment ini hanya bisa terpaku senang dan tak percaya menatap ratusan kunang-kunang itu. Abisnya suasananya bener-bener indah banget sih!

“Cantik! Cantik! Cantik! Cantik!” seru Karin berulang-ulang karena perasaan takjub dan kagum.

“Emang benar-benar cantik,” tambah Nico. Lalu pandangannya berpindah pada anak perempuan yang ada disebelahnya. “Rin,gue sayang banget sama kamu.”

Perkataan yang muncul secara tiba-tiba dari mulut Nico membuat Karin yang saat itu tengah asyik menikmati pemandangan di depannya terkejut setengah mati. Yah, ga mungkin setengah mati sih.. Ngerasain setengah mati aja belum pernah. Jangan dulu deh.. pokoknya kagetlah. Kontan saja mukanya berubah merah padam mendengar ucapan Nico.

“Mak...maksud loe a..apa nic?”tanya Karin ragu-ragu karena malu dan takut dia salah nangkep maksud Nico. Ntar dia malah dikira ke-Gran lagi. Kalo gitu kan bahaya. Udah suasananya enak gini, masa awal-awalnya romantis akhirnya malahan tragis?!

“Iya. Gue sayang banget sama loe,Rin. Gue tahu kita emang masih kecil. Tapi...ntar kalau kita udah besar,gue pasti masih suka loe dan gue pasti cari loe,Rin.. Loe mau nunggu gue kan?” tanya Nico penuh harap sambil terus menatap Karin.

Karin terlihat takut sekaligus syok mendengar perkataan Nico yang terakhir. “Emank loe mau kemana,Nic?”

“Gue... Gue... Gue mau pergi,Rin.”

“Pe..Pegi? Pegi kemana Nic? Loe nggak bakal ningalin gue kan?”

“Sory,Rin. Gue harus pegi,gue harus ikut ortu gue. Tapi gue janji gue pasti akan balik lagi kesini...”

“Nggak usah! Loe nggak usah kembali, loe jangan pegi kemana-mana, loe nggak usah ikut,Nic” renggek Karin keras. Ia sudah tak peduli lagi mukanya tampak ancur karena air mata. Ia juga gak peduli kalo nantinya ia terlihat manja karena merengek dan menangis sejadi-jadinya. Ia sudah benar-benar kalap dan syok karena Nico, yang selama ini sudah ia anggap teman, kakak, sekaligus orang yang ia suka akan pergi. Padahal Nico kan baru aja nyatain perasaannya sama Karin. Tapi masa pernyataanya datang seiring dengan kepergiannya. Karin merasa dunia ini benar-benar ga adil! Kalo seperti ini mending ga usah ada kunang-kunang sekalian deh jadi ga akan ada pernyataan dari Nico! Mending dari awal yang nongol itu walang sangit yang nebar bau-bau aja, bukan kunang-kunang! Jadi dia ga usah kebawa suasana yang awalnya romantis kayak gitu! Sekarang bener-bener berawal romantis akhirnya tragis!!

“Nico memeluk Karin sesaat. Lalu ia melepaskan kalung yang dipakainya dan ia mamberikannya pada Karin yang saat itu sedang menangis terisak-isak. “Ini buat loe!”

Karin tertegun melihat Nico memberikan kalungnya dan memakaikan kalung itu dileher Karin.

“Ta..tapi Nic,ini kan kalung kesayangan loe. Kenapa loe kasih ke gue?”

“Emang. Tapi sekarang gue mau loe yang pakai kalung ini. Biar kalung ini bisa gantiin gue,Rin. Selama kalung ini masih ada dekat loe, anggap aja kalo gue juga ada di dekat loe”

“Kalau gitu....,” guman Karin sambil melihat jam tangan perak yang melingkar di tangan kirinya dan melepaskannya “Ini buat loe,Nic. Tapi loe harus janji,loe harus rawat jam ini sama seperti gue ngerawat kalung loe ini.”

Karin pun memakaikan jam tanggannya ditangan Nico. “Gue pasti akan nunggu kamu,Nic. Pasti” isak Karin.

Nico yang melihat Karin mulai menangis lagi langsung memeluknya “Gue janji,gue pasti akan selalu merawat jam kesayangan loe ini. Dan gue juga janji, gue bakal balik lagi kesini.”

Karin hanya bisa pasrah menganggukkan kepalanya dan tersenyum tipis. Dan mereka pun kembali menikmati suasana indah disekitar mereka dan waktu kebersamaan mereka yang sempit itu

“Kapan loe bakal pergi,Nic?” tanya Karin pada Nico saat mereka berjalan beriringan pulang ke rumah.

“Mungkin minggu depan.”

“Oh,” jawab Karin pendek.

“Loe nggak akan dimarahin pulang malam-malam kayak gini kan Rin?” tanya Nico kuatir saat tiba didepan rumah Karin.

“Nggak kok. Mau mampir?” tanya Karin.

“Nggak usah, udah melem banget Rin Gue pulang dulu yach!”

“Bye. Jangan lupa berdoa ntar malem dan ke kamar mandi dulu sebelum tidur!” teriak Karin keras ambil tersenyum polos.

Nico menoleh ke arah Karin dan menganggukan kepalanya menandakan ia nggak akan lupa dan menyeringai jail ke arah Karin. Lalu Nico pun terus berjalan ke arah rumahnya yang berada tepat didepan rumah Karin.

Keesokkan hari,Karin bangun lebih pagi dari biasanya. Setelah mandi ia segera berpakaian dan bersiap-siap mengujungi rumah Nico sambil membawa kado ulang tahun untuknya yang telah ia persiapkan.

“Nicooo...!!! Nicooo?!” panggil Karin polos. Berulang kali ia memanggil nama Nico. Namun nggak ada sahutan sama sekali dari dalam rumah itu.

“Rin,kamu ngapain disitu?” tanya tante Rika,tetangga karin.

“Karin mau ngerayain ulang tahunnya Nico,tante,” jawab Karin sambil tersenyum gembira. Waktu yang udah sempit ini kan harus dinikmati dengan benar. Jadi Karin gak mau mikirin yang nanti-nanti. Pokonya sekarang ini sedih gak sedih dia mau tetep tersenyum buat Nico. Biar aja deh ni gigi bakal kering juga. Apalagi ini hari ulang tahun Nico. Ya kan?

“Ulang tahun Nico?” tanya tante Rika heran.

“Iya,tante. Kok tante kelihatan heran ?”

“Nggak apa-apa kok. Emank Karin belum tahu? Nico sama keluarganya kan udah pergi tengah malam tadi. Karena pesawat yang mereka tumpangi berangkat jam 4 pagi tadi,” kata tante Rika. Kontan saja saat itu Karin langsung syok. Wajahnya pucat pasi.

“Nggak mungkin, tante!! Nggak mungkin!! Nico kan udah janji mau ngerayain ulang tahunnya sama Karin!! Jadi ga mungkin kalo dia udah pegi!”

“Waduh, tante kurang tau. Mereka cuma pamit itu juga karena tante semalam nggak sengaja tante keluar.” Sambil menangis Karin berjalan pulang kerumahnya membawa kado yang rencananya akan diberikan pada Nico. Tante Rika yang melihat tingkah laku anak kecil ini hanya menggeleng-gelengkan kepalanya.
”Ma!” teriak Karin keras setelah tiba dirumahnya.

Tante Amanda,mamanya Karin,yang mendengar teriakan anaknya segera keluar dari kamarnya. “Ada apa sih,Rin? Kok kamu teriak-teriak kayak gitu sih?” tanya wanita ini lembut dan membelai rambut anaknya yang sudah rapi.

“Ma,kok Nico nggak ada dirumahnya sih? Padahal hari ini kan ualang tahunnya. Nico kan janji sama Karin mau ngerayain bareng sama Karin,ma!”rengek Karin.

Tante Amanda terlihat sedih melihat anaknya seperti itu. Lalu ia memeluk anaknya yang sedang menangis itu. “Kemarin,Nico datang malam-malam kesini. Terus dia kasih....”

“Kenapa mama nggak bangunin Karin pas Nico kesini? Terus Nico kasih apa,ma?” potong Karin dengan berlinang air mata.

Lalu tante Amnda berjalan memasuki ruang kerja suaminya dan mengambil bingkisan diatas meja kerja suaminya itu. Setelah itu ia keluar dari ruangan tersebut dan berjalan ke arah anaknya yang terus menangis. “Ini dari Nico,Rin.” Tante Amanda memberikan bingkisan itu pada anaknya. Mendapat bingkisan dari mamanya,Karin terus memeluk bingkisan itu. “Rin,kemarin pas mama mau bangunin kamu. Nico melarang mama,katanya dia nggak mau ganggu kamu dan dia nggak tega ninggalin kamu. Makanya mama nggak bangunin kamu,” beritahu tante Amanda.

Karin berlari ke dalam kamarnya dan duduk disudut kamarnya. Ia menatap bingkisan dari Nico dan membuka bingkisan itu. Tangisannya makin menjadi-jadi setelah melihat isi dari bingkisan itu. Isi bingkisan itu adalah foto-foto mereka berdua dan barang yang ingin Karin miliki dari dulu yaitu boneka beruang yang bisa merekam suara. Karin memeluk boneka itu dengan erat dan nggak sengaja ia menekan tombol yang ada pada boneka itu.

“Hai,Rin. Maaf yach,aku nggak pamit sama kamu. Aku bener-bener nggak tahu kalau aku akan pergi tengah malam seperti ini. Sebetulnya,aku mau ngerayain ulang tahun bersama kamu,Rin. Aku sebetulnya ingin bercanda dan menjaga kamu,Rin. Dulu aku janji sama kamu akan memberi boneka ini. Dan akhirnya,janjiku dapat aku pemenuhi juga sekarang. Dan aku janji,aku akan pemenuhi janji kita kemarin. Tunggu aku yach,Rin. Aku pasti pulang untuk ketemu kamu dan aku akan terus rawat jam pemberian kamu,” ucap suara Nico dari dalam boneka itu.

“Aku pasti,aku pasti nunggu kamu,Nic,” janji Karin menangis memeluk erat boneka beruang itu.

“Rin,Rin,” panggil Alisa sambil menggoyangkan tubuh Karin.

Karin yang tadinya tertidur jadi terbangun dan matanya merah seperti habis menangis.

“Loe nangis yach?” tanya Alisa yang melihat mata Karin marah.

“Ah masa sih?” tanya Karin sambil menghapus air matanya. “Sekarang pelajaran apa sih,Al. Kok anak-anak pada ribut kayak gini?”

“Sekarang udah istirahat tau!”
”Oh istirahat,” ucap Karin dengan polos. “ Apa istirahat?”tanyanya sekali lagi dengan ekspresi trekejut.

“Karin,Karin,loe tuh telmi banget sih. Iya sekarang udah istirahat!” teriak Alisa didepan telinga Karin sehingga membuat telinga Karin sakit.

“Loe tuh nggak suka ngomong didepan telinga gue,bisa kan?” Karin memegangi kupingnya yang sakit. “ Sebelum ini pelajaran apa? Gue ketahuan nggak?”

“Tadi selama 3 jam pelajaran nggak ada guru sama sekali,non.” Beritahu Alisa kepada Karin. “Tuh,Rin. Ada yang nyariin loe!”ujar Alisa melihat ke arah pintu kelasnya.

“Siapa?” tanya Karin sebelum melihat ke arah pintu kelasnya.

“Ivan.”

“Dia lagi,dia lagi,” guman Karin kesal.

“Loe tuh aneh banget sih,Rin. Cowo keren,tajir,pintar kayak Ivan ,loe ngak mau. Padahal kan dia udah ngejer loe dari kelas 1 sampai sekarang,Rin. Bener-bener cowo yang nggak pantang menyerah yach sih Ivan tuh!”

Karin terlihat kesal melihat Alisa membicarakan Ivan. “Kalau loe mau buat loe aja,Al.”

“Emank dia barang apa?” ucap Alisa sedikit tidak suka mendengar gurauan sahabatnya. “Tapi..yang jelas loe temui dia dulu donk,Rin. Kasihan kan dia udah nungguin loe dari tadi,” pinta Alisa.

Karin yang tadinya menolak,akhirnya mengikuti saran sahabatnya itu. Ia beranjak dari tempat duduknya dan menemui cowo yang dari tadi menunggunya. “Hai,Van!” sapa Karin ramah.

“Hai,Rin,” sapa Ivan balik. “Yuk,ke kantin!” ajak Ivan.

Karin yang tadinya ingin menolak ajakan Ivan,mengurungkan niatnya setelah melihat tatapan Alisa yang menyuruhnya menerima ajakan Ivan. “Ayo,” jawab Karin walaupun setengah terpaksa.

Mereka berdua pun berjalan bersama menuju kantin sekolah mereka itu. Semua cewe yang melihat Karin terlihat cemburu karena melihat Karin berjalan dengan Ivan,cowo populer disekolah itu. Padahal mereka nggak tahu kalau sebetulnya Karin enggan berjalan bersama Ivan.

“Loe mau makan apa,Rin?” tanya Ivan setelah tiba di kantin.

“Nggak usah,Van. Gue minum aja.”

“Kalau gitu,loe mau minum apa?”

“Hmm,gue minum....”

“Jus strawbery kan?” potong Ivan tiba-tiba.

Karin hanya tersenyum menandakan tebakan Ivan itu benar. Lalu Ivan pun memesankan minuman pesanan cewe yang paling ia sayangi itu. Gila banget tuh cowo. Sampai-sampai dia nyari informasi segala tentang minuman kesukaan gue. Apa jangan-jangan dia nyelidiki gue yach? Pikir Karin dalam hati.

“Sorry lama,” ujar Ivan sambil membawakan dua minuman,untuk dirinya dan Karin.

Kedatangan Ivan membuyarkan lamunan Karin. “Loe juga suka jus strawberry?”

“Iya. Gue juga suka,emank kenapa?”

“Ah nggak pa-pa kok.”

“Rin,kenapa sih loe kok kayaknya ngindarin gue sih?”

Kenapa sih,Ivan kok tanyanya kayak gini! Duh,gimana gue jawabnya yach? Nic,tolongin gue donk! Ujar Karin dalam hati. “Ah perasaan loe aja kali. Gue nggak pernah ngehindarin loe kok! Kalau gue ngehindarin loe,gue nggak mungkin jalan ke kantin bareng loe kan?”

“Iya juga sih. Rin,gue boleh tahu jawaban loe tentang perasaan loe ke gue?” tanya Ivan gugup.

Aduh!! Kenapa sih dia nanyanya yang nggak pengen gue jawab sih! Ucap Karin jengkel dalam hati. “Van,sorry. Gue nggak bisa nerima perasaan loe. Gue lebih suka kalau kita jadi sahabat dan nggak lebih,” tolak Karin dengan halus.

Terlihat sekali perasaan kecewa dari Ivan. “Kalau gitu boleh kan gue jadi sahabat loe,Rin?”

“Boleh kok! Gue malahan senang loe mau jadi sahabat gue,” ujar Karin senang. Dan tak terasa jam istirahat sudah mau habis. “Van,gue balik ke kelas dulu yach!”

“Gue antar loe sampai ke kelas,Rin.”

“Thanks.” Karin dan Ivan pun meningalkan kantin sekolah Merpati,sekolah tercinta mereka itu.

“Halo,Al!” Karin duduk disebelah Alisa yang sedang asyik-asyiknya membaca novel Sherlock Holmes dari perpus.

“Tumben loe nggak marah atau kesel? Ada apa neh?”

“Nggak ada apa-apa kok. Cuma sekarang sohib gue nambah satu orang.”

Alisa menaruh buku yang ia baca di meja setelah mendengar ucapan Karin yang membuatnya penasaran. “Satu orang? Emanknya siapa? Ivan?” tanya Alisa penasaran.

“Yup! Seratus buat loe!”

“Hebat banget tuh Ivan! Udah ditolak sama cewe yang paling dia suka malahan sekarang jadi sahabat lagi.”

“Loe lagi nyindir atau muji orang sih?”

“Dua-duanya kali.” Alisa melanjutkan acara membacanya yang terhenti karena Karin.

Nic,happy birthday for you. Walaupun selama 8 tahun ini gue nggak pernah ngerayaib ultah loe. Gue selalu mendoakan loe sepenuh hati gue,Nic. Gue tunggu loe,Nic,ujar Karin dalam hati sambil memegangi kalungnya terus.

“Ma,Karin pulang.” Karin membuka sepatunya dan menaruhnya di dalam rak sepatu. Lalu ia menghampiri mamanya yang sedang merangkai bunga di halaman belakang. “Mama,nggak denger Karin ngomong yach?” tanya cewe ini kesal berdiri didepan pintu.

“Mama denger kok!” Tante Amanda masih serius memotong-motong tangkai bunga dan merangkainya didalam vas bunga.

Dari dulu Karin memang jengkel sama hobby nyokapnya itu. Setiap kali udah ngerangkai bunga,pasti semua hal dilupainnya. Entah ke pasar,beres-beres rumah,ataupun masak. Kalau Karin sama bokapnya udah negur nyokapnya itu,pasti beribu-ribu alasan dikeluarkan. Makanya,Karin paling malas negur mamanya. Karin lebih memelihi masuk kamarnya yang terletak dilantai 2. “Dasar mama,pasti kalau udah kayak gini nggak bakal masak deh!” gerutu Karin tergontai-gontai menaikki anak tangga rumahnya.

Kamar berwallpaperkan hello kitty itu terlihat rapi tidak seperti biasanya. Karin memasukinya dan langsung melemparkan dirinya ke atas tempat tidurnya. Lalu ia memejamkan matanya sesaat setelah itu pandangannya beralih pada boneka beruang disisinya. Karin memeluk boneka itu dengan lalu ia bangkit dari tempat tidurnya dan berdiri dibalkon kamarnya. “Nic,gue udah lama nggak liat loe disitu,” ujar Karin sedih seraya menatap terus rumah yang berada didepannya. Menurut Karin,bila ia terus menatap rumah yang berada tepat didepan rumahnya itu. Ia akan bertambah sedih dan rindu kepada sahabat masa kecilnya. Jadi,ia lebih memelih menutup pintu balkonnya dan mengganti pakaiannya dengan pakaian rumah. Lalu tangannya memegang handphone dan memainkan jarinya memencet angka-angka yang berada dihandphonenya itu. “Hallo,Alisaku sayang,” sapa gadis ini dalam telepon.

“Loe,Rin. Ada apa loe telepon gue?” sahut suara Alisa yang terlihat berat dari dalam telepon .

“Loe kok kayak nggak suka gue telepon sih?

“Bukannya nggak suka. Tapi loe teleponnya nggak tepat tau!”

Karin menjauhkan handphonenya dari telinganya karena teriakan Alisa yang keras. “Nggak tepat sih nggak tepat. Tapi kalau ngomong tuh jangan teriak-teriak gitu donk! Loe abis bangun tidur?”

“Ya gitu deh. Loe tunggu bentar,gue mau cuci muka dulu.”

“Ok. Tapi jangan pakai lama yach,” sahut Karin kesel. Sambil menunggu Alisa,Karin membuka komputernya dan membuka folder lagu. Setelah ia menemukan lagu kesukaannya, planetarium – otsuka ai. Lagu itu terdengar merdu dari speaker yang cewe ini beli kemarin.

“Rin,loe lagi denger lagu apa sih?” tanya Alisa setelah selesai mencuci mukanya.

“Planetarium,” jawab Karin pendek sambil menikmati alunan lagu itu.

“Ngomong-ngomong,ada apa loe telepon gue?”

“Hmm...gue mau ngajak loe pergi.”

“Mau pergi ke mana?”

“Cari makan,” jawab Karin pendek.

“Cari makan. Ngapain cari makan,emank di rumah loe nggak masak apa?”

“Iya biasa. Nyokap gue lagi sibuk sama hobinya,so nggak mungkin masak sama sekali.”

“Makanya gue ajak loe makan di luar.”

“Ogah ah,gue nggak ada duit sama sekali.”

“Tenang aja,gue yang bayarin.”

“Kalau loe yang bayarin sih,gue mau-mau aja. Emank mau makan dimana?”

“Gue juga belum tau. Liat aja nanti.”

“Loe jemput gue kan?”

“Tunggu bentar yach,gue check dulu.” Karin membuka pintu kamarnya lalu berlari kebawah,tepatnya ke halaman belakang. “Ma,pak Jupri udah datang belum?”

“Kayaknya udah,Rin. Emanknya kenapa?” tanya tante Amanda sambil menaruh gunting dimeja.

“Karin mau pakai mobil,ma.” Jawab Karin pendek dan melanjutkan pembicaraannya dengan Alisa. “Ya udah,gue jemput loe,Al ,” beritahu Karin dalam telepon.

“Ok. Gue tunggu loe dirumah.”ujar Indah lalu mematikan teleponnya.

Karin menaruh handphonenya diatas meja makan. Lalu ia bergegas ke kamarnya untuk mengganti pakaian rumahnya dengan pakaian pergi dan nggak lupa membawa uang yang pastinya akan dipakai.

“Ma,Karin pergi dulu!”

“Kamu mau kemana sayang?” tanya tante Amanda yang heran melihat anaknya terburu-buru.

“ Mau cari makan bareng Indah,ma.” Karin duduk diruang tengah sambil memakai sepatu kesayangannya.

“Cari makan?” tanya tante Amanda aneh.

Karin berdiri dan menghampiri mamanya. “Iya. Kalau mama udah merangkai bunga kan nggak akan masak. Bener kan,ma?” ucap gadis ini sambil mengecup pipi mamanya.

Tante Amanda terlihat kesal disindir oleh anaknya seperti itu. “Kamu tuh bisanya nyindir mama aja,Rin.”

“Tapi itu bener kan,ma?” sindir Karin nggak tanggung-tanggung.

Tante Amanda terlihat kesal dengan ucapan anaknya. Dengan sinar mata yang tajam iya melihat anaknya yang pergi meninggalkan rumah. “Dasar anak kurang ajar. Masa sama mamanya sendiri berani bilang begitu sih!” gerutu tante Amanda sambil memilih-milih bunga yang ingin dipakainya untuk dirangkai.

“Pak Jupri,” panggil Karin.

Pak Jupri yang sedang mengelap-ngelap mobil tersentak mendengar panggilan Karin. “Iya,non.”

“Pak,saya mau pake mobil sekarang.” Karin berjalan menghampiri pak Jupri dan mobil kijang avanza warna merah metalik miliknya.

Pak Jupri menghentikan pekerjaannya tadi dan membukakan pintu tengah mobil untuk majikannya. Setelah Karin menaiki mobil tersebut,baru ia menutup pintu yang dibukakannya untuk majikannya tadi dan ia pun membuka pintu depan dan duduk didepan setir. “Mau kemana,non?”

“Ke rumahnya Alisa,pak,” jawab Karin sambil mengotak-atik handphonenya.

“Baik,non.” Pak Jupri pun menjalankan mobil avanza tersebut ke tempat yang dituju oleh majikannya ini.

Sekitar 15 menit,mobil milik Karin sampai dirumah Alisa. Karena rumah Alisa dan Karin berdekatan,hanya berbeda 3 kompleks perumahan saja.

“Alisa!” teriak Karin memanggil sahabatnya ini dari mobilnya.

“ Alisanya masih siap-siap,Rin. Kamu nggak mau mampir dulu?” tanya tante Dewi,nyokapnya Indah.

Dengan malu-malu,Karin menjawab pertanyaan tante Dewi. “Nggak usah deh,tante. Biar Karin nunggu di mobil aja,” tolak gadis ini.

“Iya,ma. Nggak usah ngajak Karin mampir segala. Nanti ngabis-ngabisin air,” tambah Alisa seenaknya yang berada dibelakang nyokapnya.

“Hush! Kamu ini bicaranya sembarangan aja.”

“Nggak pa-pa lagi,ma. Karin aja nggak marah kok,”ujarnya sambil melirik ke arah Karin yang terpaksa tersenyum.

Dasar anak ini bener-bener nggak tahu diri! Kalau aja nggak ada nyokapnya,pasti udah gue labrak! Awas aja yach loe,Al ! Ucap Karin geram dalam hati.

“Ma,Alisa pergi dulu yach,” pamit cewe ini sambil mengecup pipi mamanya.

“Hati-hati,sayang.”

“Tante,Karin pergi dulu yach,” pamit Karin juga dari dalam mobil.

“Hati-hati,Karin.” Tante Dewi tersenyum dan melambai-lambaikan tangannya pada kedua cewe ini.

Setelah Alisa memasuki mobil milik Karin,mobil itu pun mulai melaju dari depan rumah Alisa. Terlihat sekali wajah Karin yang bete waktu itu. “Rin,loe nggak apa-apa kan?” tanya Alisa kuatir yang melihat tampang Karin yang menurutnya menakutkan.

“Nggak apa-apa gimana! Gue marah tau sama loe! Enak banget loe ngomong kayak gitu didepan ortu loe!” gerutu Karin kesal.

“Sorry deh! Gue kan cuma bercanda.” Alisa memperlihatkan tampangnya yang memelas di depan Karin. Abisnya nih anak kalau udah ngambek tuh lama banget. Bisa-bisa Alisa nggak jadi ditraktirnya deh.

“Bercanda loe hebat bange,Al .” Sindir Karin tajam.

Karena mereka berdua terus bertengkar,mereka nggak sadar kalau dari tadi pak Jupri bertanya pada mereka. “Non,mau kemana sekarang?” tanya orang tua ini berkali-kali.

“Loe mau kemana,Al ?” tanya Karin bingung.

“Terserah loe aja deh. Kan loe yang ngajak gue.”

“Yach udah,pak. Ke BSM aja deh!” Karin menjawab pertanyaan pak Jupri yang dari tadi ia kacangin. Setelah menentukan tujuannya,mereka pun menuju pusat perbelanjaan terbesar di Bandung itu.

Life Like Jesus...

Ketika kita dihadapkan oleh dua pilihan. Pasti kita akan bingung untuk memilih satu diantara 2 pilihan tersebut. Pernah kepikiran dibenak kita nggak sih? Disaat kepentingan bersama dihadapkan dengan kepentingan pribadi. Pasti kita akan lebih memilih kepentingan pribadi.Mungkin kita selalu berkata kepentingan bersama diatas kepentingan pribadi. Tapi kenyataannya hal itu sulit kita buktikan loh! Karena kita memiliki ego yang besar.

Hei! Sadar nggak sih,kita tuh makhluk Tuhan yang paling sempurna. Bahkan kita serupa dan segambar sama Tuhan loh! Tapi kenapa kita nggak bisa memiliki sifat seperti Tuhan yaitu nggak egois. Orang tua mana yang akan menukarkan anak yang sangat disayanginya dengan kepentingan bersama. Nggak akan ada hal itu di dunia ini. Tapi Tuhan kita bisa loh! Ia rela menukar nyawa anaknya buat kita-kita yang udah melakukan banyak dosa. Dan bisa dibilang nggak ada harganya sama sekali dihadapan Tuhan,Bapa kita.

Tetapi Ia tetap mau menukarkan anak-Nya,Yesus,untuk keselamatan kita semua. Kalian pernah memikirkan hal itu nggak sih? Betapa dahsyatnya Bapa kita ini. Ia nggak mau mempertahankan egonya demi kita loh! Tapi kenapa yach? Kita nggak pernah membalas kebaikan dan pengorbanannya itu? Kita malah lebih memikirkan kepentingan pribadi kita. Bahkan untuk TUHAN yang udah menciptakan kita loh!

Kita lebih memikirkan ego di atas segalanya tanpa disadari. Mungkin dalam pemberian kita kepada Bapa. Komitmen kita nggak pernah kita tepati. Karena ego kita. Daripada memikirkan komitmen kita terhadap TUHAN,kita lebih memikirkan hal pribadi atau hal duniawi kita loh! Contohnya aja dari uang persembahan atau perpuluhan. Karena kita butuh untuk membeli sesuatu barang yang kita inginkan. Pasti yang pertama kita potong adalah uang persembahan kita kepada Tuhan. Kenapa yach kita nggak memikirkannya sebelum melakukan hal tersebut?

Keegoisan bisa membuat konflik kita dengan keluarga,sahabat,dan terutama Tuhan. Di saat Tuhan nggak menjawab doa kita dengan cepat, Pasti kita mengklaim,Tuhan nggak pernah mendengarkan doa kita. WHY? Kenapa kita langsung mengklaim seperti itu? Semua itu karena Keegoisan kita sendiri. Padahal Tuhan itu akan menjawab semua doa kita disesuatu tempat yang tepat dan benar-benar kita butuhkan loh! Karena Tuhan itu Bapa yang baik,Bapa yang nggak akan mengabaikan doa-doa kita.

So? Apakah kita mau belajar dari BAPA kita di surga? Atau tetap hidup dalam keegoisan kita? Padahal caranya mudah kok! Cara yang mudah dan nggak harus mengeluarkan biaya apapun. Caranya adalah mendekatkan diri pada Yesus Kristus,kenali pribadinya. Dan pelajari semuanya dari pribadi TUHAN kita. Coba kita renungkan deh! Pernah nggak sih Yesus memikirkan dirinya sendiri/egois? Mungkin kalau Ia egois,Ia nggak akan mau dikirim BAPA di surga untuk menyelamatkan kita. Dia pun nggak akan mau menderita di kayu salib loh! Ataupun harus capek-capek mengabarkan injil dan memberikan mujizat-mujizatnya di tengah kehidupan kita. Dan sabar menghadapi cemooh semua orang loh! Dia bisa aja menghukum semua orang yang mempercayai-NYa dengan mudah kalau Yesus itu egois. Tapi buktinya,Ia nggak melakukan hal itu sama sekali kan?

Ayo donk! Kita buktikan ke dunia ini! Kita generasi muda Kristen berbeda. Kita nggak akan hidup dalam keegoisan. Agar semua orang dapat melihat sikap-sikap dan pola pikir Tuhan kita,Yesus Kristus,melekat dalam kepribadian kita. Kita tunjukkan ke semua orang,keegoisan itu hanya akan membuat kita menjadi keras kepala loh! Jadi,kita harus mulai dari hal-hal kecil dari sekarang!

  1. Lebih mengenal Yesus lebih dalam lagi.
  2. Menjaga komitmen kita di hadapan Tuhan
  3. Belajar mengkesampingkan kepentingan pribadi
  4. Utamakan kepentingan Tuhan,Keluarga,dan baru kepentingan pribadi.
  5. Semua itu akan seimbang jika kita imbangi dengan doa dan terapkan juga 9 buah roh loh!

Semua itu masih bisa kita lakukan. Karena kita ini makhluk Tuhan yang serupa dan segambar dengan Tuhan. Dan manusia itu memiliki rasa yang ingin tahu yang dalam! Tapi pergunakan rasa itu untuk mengenal Bapa kita. Dan jangan untuk sesuatu yang merusak kehidupan kita yach! Karena generasi muda Yesus adalah generasi yang kuat dan selalu melakukan hal positif dalam kehidupannya. So,jangan lupakan hal itu. Mulailah belajar seperti Bapa kita yach! Dan terapkan sembilan buah roh dalam kehidupan kita : kasih,sukacita,damai sejahtera,kesabaran,kemurahan hati,kebaikan,kesetiaan,kelemah lembutan,dan penguasaan diri. Kuasailah dirimu dari keegoisan. Take care your self! I Trust,We Can Do It! Nothing Selffish in your life and Life like that Jesus,Ok?

“ Karena Tuhan begitu mengasihi dunia ini,sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal,supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa,melainkan beroleh hidup yang kekal “- Yohanes 3: 16